Wednesday, June 10, 2015

Di Balik Kontroversi Tanaman Transgenik

Tanaman transgenik merupakan tanaman yang memiliki gen atau telah disisipi gen dari organisme lain, dan dapat pula disebut sebagai Genetically Modified Organism (organisme yang termodifikasi secara genetik). Penyisipan gen biasanya dilakukan pada tanaman pangan untuk menciptakan kualitas tanaman pangan yang lebih baik dari pada sebelumnya. Contoh manfaatnya, agar produk tanaman pangan lebih tahan hama, lebih toleran terhadap panas, dingin ataupun kekeringan, serta berproduksi lebih tinggi.

Penyisipan gen pada suatu tanaman membutuhkan proses yang sulit dan panjang. Untuk menyisipkan sebuah gen pada sel tumbuhan dibutuhkan vektor tertentu. Vektor adalah organisme yang berfungsi sebagai "kendaraan" pembawa materi genetik yang di sisipkan. Sel tumbuhan tidak memiliki plasmid seperti bakteri sehingga pilihan vektor yang berfungsi untuk memasukan gen ke dalam sel tanaman juga terbatas. Sejauh ini, vektor terbaik untuk menyisipkan gen pada tanaman adalah Agrobacterium Tumefaciens, karena bakteri ini mendapatkan Ti-plasmid (Tumor Induting Plasmid) yang dapat berintegrasi ke dalam DNA tumbuhan.

Salah satu contoh tanaman transgenik adalah Golden Rice (beras emas). Beras ini adalah hasil penelitian seorang ilmuwan rekayasa hayati (bioengineer) asal Swiss, Ingo Potrykus (Swiss federal Institute of Technology) dan Peter Beyer (University of freigburg). Golden rice berbeda dengan beras  biasa. Warnanya kekuningan karena telah disisipi dengan gen  yang membentuk beta-carotene, sumber vitamin A. Beras ini di ciptakan untuk mengurangi defisiensi vitamin A yang mengakibatkan sekitar 250 juta anak kecil usia di bawah 5 tahun meninggal dunia di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang yang mayoritas makanan utamanya nasi.

Selain vitamin A, Potrykus juga berinisiatifmenambahkan gen Ferritin yang berasal dari kacang ke dalam gen padi untuk meningkatkan kadar zat besi, serta gen methallotionin yang terdapat pada tanaman padi liar (wildtype) untuk meningkatkan persediaan protein sulfur guna meningkatkan proses penyerapan zat besi. Selain itu, dia juga menyisipkan gen phytase (berasal dari jamur Aspergillus fugus) yang berfungsi untuk menghancurkan enzim Phytate (penghambat reabsorpsi zat besi).

Yang menjadi pertanyaan, apakah tanaman transgenik ini aman untuk di konsumsi? dan bagaimana dampak tanaman transgenik terhadap lingkungan? masih banyak pro dan kontra tentang tanaman transgenik ini terhadap masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena masyarakat dunia masih takut jika tanaman trnsgenik ini berbahaya. Dari data yang di dapat, resiko bahaya pada persediaan makanan transgenik sebenarnya terlihat sengat kecil sehingga Genetically Modified Food (makanan yang termodifikasi secara genetik) ini cukup aman. Di eropa, pemberian label terhadap tanaman pangan transgenik adalah suatu keharusan. Hal ini disebabkan oleh ketakutan masyarakat Eropa akan manipulasi genetik sebagai suatu hal yang tidak biasa. Berbeda halnya dengan di Amerika, tanaman pangan transgenik tidak memerlukan pelabelan untuk saat ini.

Hingga saat ini, para ilmuan masih terus melakukan peningkatan kaulitas tanaman transgenik. tentu diharapkan nantinya tanaman transgenik bisa bisa lebih aman dan tidak berbahaya serta ramah lingkungan. (Siti Nurazizah).

No comments:

Post a Comment